SahabatQQ

SahabatQQ

Post Page Advertisement [Top]

SahabatQQ
Cerita Sex - Kugigit bibirku menahan diriku agar tidak mendesah sehingga Suamiku tidak sampai curiga, Aaahk, Sungguh orgasmeku kali ini jauh lebih nikmat dari sebelumnya sekaligus sangat menyiksa diriku.


Rasa nikmat yang kudapatkan, membuatku nyaris lupa kalau Suamiku kini berada dekat denganku.

Tinggal dua langkah lagi, maka semuanya berakhir, Suamiku akan dapat melihat Ujang yang sedang berada di belakangku. Dan perselingkuhankupun terbongkar, sebentar lagi aku akan resmi menjadi seorang Janda.

Deg… Deg… Deg… Deg… Deg… Deg…

“Abii…”

Langkah Suamiku berhenti, lalu ia menoleh kearah putriku. “Iya sayang, ada apa?” Sahut Suamiku memandang putrinya.

Dan pada saat bersamaan gamisku di tarik turun, lalu dengan gerakan persekian detik sebelum Suamiku kembali menoleh kearahku, Ujang menyembunyikan tubuhnya di bawah kolong wastafel sehingga Suamiku tidak dapat melihatnya.

Aku mendesah pelan, sedikit beban tanpa berkurang dari pundakku.

“Masih lama Umi nyucinya?” Tanya Suamiku.

Aku berdehem pelan, perasaan tegang membuatku merasa gugup. “Iya Bi… kenapa?” Tanyaku gugup, sungguh aku sangat ketakutan.

“Abi kangeen!” Aahkk… Ternyata Suamiku minta di layani malam ini.

“Iya Abi, nanti kalau nyucinya selesai Umi… Aahkk… Eehmm… Akan nyusul Abi keatas.” Siaaal… Ujang udah benar-benar gila, kurasakan jemari Ujang membelai betisku.

“Kamu kenapa Umi? Ada yang sakit?” Tanya Suamiku panik. “Kok wajah Umi pucat?” Sambungnya sambil membelai pipiku.

Ujang pleasee… jangan naik lagi, Aahkk… Jemarinya semakin tinggi naik atas pahaku, hingga akhirnya menyentuh kemaluanku. Dia menggesekkan jarinya kebibir vaginaku, membuat birahiku kembali naik.

Aaah… Tidak, ini bukan saat yang tepat untukku terangsang seperti ini. Fokuuus…. Fokuuss… Kamu pasti bisa Emaa…

“Ini mendadak perutku mules Bi!” Kataku mengringis sambil menurunkan tanganku memegang perutku, lalu turun menuju tangan Ujang yang sedang memanjakan vaginaku.

“Ya udah, Abi tunggu di kamar ya?”

“Iya Bi, Umi nanti menyusul.” Jawabku, sembari menarik nafas lega.

Kemudian Suamiku melangkah pergi menjauh dariku, aku baru bisa bergerak ketika Suamiku benar-benar menghilang dari pandanganku. Buru-buru aku menepis tangan kurang ajar Ujang dari vaginaku, dia sudah sangat keterlaluan.

Kalau tadi sampai ketahuan, bisa-bisa riwayatku tamat sampai di sini.

“Gila kamu Jang!” Kataku emosi, tapi tetap menjaga suaraku agar putri semata wayangku yang sedang menonton tv tidak mendengar suaraku.

“Tapi Ibu Ema sukakan?”

“Saya mohon, jangan ganggu saya lagi…! Dan tolong berhenti sampai di sini saja.” Melasku tapi dengan nada tegas.

Perbuatannya barusan sungguh sangat beresiko, bagaimana kalau tadi Suamiku melihat? Aku tidak ingin menjadi janda, apa lagi janda karena di ceraikan Suami yang memergoki Istrinya selingkuh, aku tidak siap untuk hal itu.

Ujang menarik tanganku, memaksaku merunduk seperti dirinya.

Kemudian dia membuka celananya, mengeluarkan senjata pamungkasnya yang gemuk dan panjang, membuat nafasku memburuh, kejadian tadi pagi kembali menguasaiku.

“Ayo Bu, biar cepat selesai.”

“Jangan gila Jang, masih ada anakku di sana, gimana kalau dia melihat kita?” Kataku panik, tapi dia malah menarik tanganku.

“Gampang Bu, tinggal kita ajak!”

“Iblis kamu Jang…” Kesalku, sembari merangkak kepangkuannya, kusibak kesamping celana dalamku lalu keraih penisnya, dan kugesekan dengan bibir vaginaku.

Aaahkk… Rasanya nikmat sekali, apa lagi ketika kepala penisnya menggesek clitorisku.

“Hahaha… Ayo masukan sekarang Bu!”

Kutatap bola matanya, lalu dengan perlahan kucoba menduduki penisnya. “Jleepps…” Oohk… Kepalaku mendongak keatas, menatap langit-langit dapur rumahku.

Dalam sekejap untuk kedua kalinya hari ini aku membiarkan penis pria lain bersarang kedalam vaginaku yang suci, yang seharusnya kupersembahkan untuk Suamiku tercinta, tapi kali ini tanpa ada paksaan berarti aku malah menuruti kemauan pria lain.

Dosakah aku? Aahkk… Ini dosa besar, tapi dosa yang paling nikmat yang perna kubuat.

Tanpa di minta aku mulai menggoyang pinggulku naik turun diatas penisnya yang begitu besar, jauh lebih besar dari milik Suamiku, dan tentunya lebih keras dan berotot.

Jujur saja, pelecehan yang ia lakukan barusan tepat dihadapan Suamiku membuatku langsung memutuskan untuk pasrah, menerima kalau nantinya ia ingin menyetubuhiku lagi, dan ternyata benar dia kembali memperkosaku.

Ujang meletakan tangannya di bagian belakang kepalakku, laku kumiringkan wajahku, menyambut bibir tebal Ujang.

Kami berpagutan mesrah, lidah kami saling membelit, dan kami saling berbagi air ludah. Entalah… Apa ini masih bisa di sebut pemerkosaan, tapi yang pasti aku sangat menikmati dirinya yang sedang memperkosa diriku.

Plookkss…. Ploookkss… Plookss…. Plookkss…. Plookkss….. Ploookkss….

Pinggulku bergerak cepat, menghentak nikmat, sementara erangan-erangan kecil keluar dari bibirku, dan sedetik kemudiaaan… Aahkkk… Aku mencapai orgasmeku kembali dengan rasa berjuta kenikmatan yang ia berikan.

Masih dalam keadaan penisnya yang berada di dalam vaginaku, dia… menuntunku terlentang, dengan posisi ia menindih tubuhku.

Kemudian giliran ia yang bergerak maju mundur menyodok memekku, sembari tersenyum penuh kemenangan karena berhasil menaklukanku. Sementara aku harus berjuang mati-matian agar tidak mengeluarkan suara.

“Memek Bu Ema sempit bangeet, rasanya enaaak Bu, ngejepit gitu…” Dia menyingkap lebi tinggi gaun tidurku hingga sebatas leherku, lalu dengan satu tarikan kebawah, cup braku melorot dan memperlihatkan sepasang gunung kembarku yang indah dan masih sangat kencang.

Sembari menggenjot memekku, dia meremas payudarahku dengan memainkan puttingku. Mau tidak mau, aku semakin terangsang di buatnya.

“Ujaaang… Aahkk… pelan-pelaaan!” Pintaku. SahabatQQ

“Aduh Bu, Maaf gak bisa pelan, soalnya memek Ibu kayak perawan, enaaak bangeeet….”

Perawan…? Oohh Ujang, kamu pinter sekali memujiku, padahal usiaku saat ini sudah tidak muda lagi… Bahkan aku sudah melahirkan, seharusnya memekku sudah kendor, tapi katamu aku masih perawan? Aahkkk… Enaaak….

Dia semakin mempercepat sodokannya, sementara kedua pahaku ia buka semakin lebar.

Saat kedua bola mata kami bertemu, kurasakan getaran halus merayap di dadaku, apa lagi ketika ia tersenyum puas melihatku yang tersentak merasakan benda pusakanya yang mengaduk-aduk liang peranakanku.

“Aku mau keluaaar Jang…”

“Keluaarin Bu, nikmatin kontol saya di dalam memek Ibu.” Bisiknya, yang seakan diriku ini memang haus akan sebuah kenikmatan.

Maafkan aku Suamiku, tapi aku berjanji ini yang terakhir kalinya, semoga kamu mau memaafkanku sayang…. “Aaaaarrhkk…” Lidahku terjulur seiring dengan cairan cintaku yang meledak-ledak.

Plooppss….

Dia menarik kontolnya dari dalam memekku, membuat nafasku kembali memburu dan aku merasa seperti ada yang kosong di bawah sana.

“Kulumin kontol saya dulu ya Bu, baru nanti kita lanjut lagi…”

Aku menganguk pelan, lalu kuikuti tarikan tangannya, aku bersujud di depan kontolnya yang mengacung di depanku. Lama aku mengamati kontol Ujang yang memang besar.

Kugenggam kontolnya dengan telapak tanganku, Ouw… telapak tanganku tak mampu menggenggam kontolnya.

Dengan perlahan kukocok kontolnya naik turun, kuperhatikan cincin emasku yang melingkar di jari manisku, membuatku kembali teringat bagaimana dulu aku mengikat janji suci kepada Suamiku. Tapi malam ini, dengan di saksikan mas kawinku, aku mengingkari janji suciku.

Maafkan aku Mas, aku mencintaimu selamanya…

Kutundukan wajahku, kujilati kepala kontol Ujang, yang tak lain hanyalah seorang pembantuku. Uuhkk… rasanya nikmat banget, lidahku bergetar menjilati kontolnya yang besar.

Tidak hanya kepala kontolnya, batangnyapun tak luput dari jilatanku.

Sementara jemariku meremas lembut kantung telurnya, dan bibirku membuka, menyambut kontolnya kedalam mulutku. Kepalaku bergerak maju mundur mengocok kontolnya yang sekeras batu itu sambil menatap matanya.

“Aaoohkk… Enak Bu, Aahkk… kuluman Ibu enak, Aahkk… hisapannya mantab bangeet Bu…” Ujar Ujang, matanya merem melek.

Kurasakan belaian telapak tangannya diatas kepalaku yang masi tertutup kerudung.

Aku semakin bersemangat mengulum kontolnya, menghisap dan mengitari kepala kontolnya dengan lidahku. Entah kenapa ada perasaan senang melihat ia keenakan.

Rasanya aku mau gila, bagaimana mungkin aku menikmati pemerkosaan yang kualami saat ini, seharusnya aku marah, mengutuk setiap sentuhan darinya, bukan malah menginginkan dirinya menyentuh dan menikmati diriku.

Dia menahan kepalaku, lalu dia memintaku naik kembali kepangkuannya.

Tanpa melakukan penetrasi, dia melumat bibirku, memelukku dengan sangat erat. Kuangkat sedikit pantatku ketika ia membelai bongkahan pantatku yang sekal. Lalu kurasakan jemari tengahnya membelai anusku.

“Ouuhhkk… Jang!” Kurasakan jemari tengahnya tenggelam dianusku.

Sembari membalas pagutannya, kurasakan anusku di korek-korek oleh jemari tengahnya. Aku berani bersumpah demi apapun, kalau saat ini aku sangat menikmati penjelajahan jemari tengahnya di dalam liang anusku yang kemarin telah di ambil perawannya oleh mereka.

Aku semakin menggila, kedekap kepala Ujang, sambii menghisap lidahnya dengan rakus. Aku sudah tidak perduli terhadap setatusku sebagai seorang Istri, dan Ujang sebagai pembantuku.

Yang aku mau hanya dirinya yang menyetubuhiku seperti kemarin, membuatku tak berkutik menikmati setiap sodokan kontolnya yang besar di dalam vaginaku ini. Aahkk… Aku menginginkanmu Ujang… Aaahkk….

Sluuooppsd…. Sluuuppss… Sluuppss….

Dia menuntunku berdiri, satu kakiku diangkat, dan kemudian “bleess…” Kontolnya kembali melesat masuk kedalam memekku.

Kukalungkan kedua tanganku di lehernya Ujang, untuk menjaga keseimbangan tubuhku agar tidak terjatuh ketika kontolnya mengaduk-aduk memekku dengan cepat.

“Jaang… Kayak tadi aja… Aahkk….”

“Kenapa Bu?” Tanyanya, kedua tangannya turun meremas pantatku.

“Di sana masi ada anak saya Jang, Aahkk.. Oohhk… Pelan-pelan Jang…. Aahkkk….” Aku merintih semakin keras, jujur aku takut anakku tau kalau saat ini aku sedang di setubuhi oleh Ujang.

Bukannya melambat Ujang malah semakin menggila, ia menyodok memekku tanpa ampun, membuatku kesulitan untuk tidak mengerang, karena rasanya terlalu nikmat.

Plooookkss…. Plookkss…. Plookksd… Plookkss….

“Memek Ibu enak, Aahkk… saya suka memek Ibu, Aahkk… Aahkk…” Bisik Ujang, dia menghentak-hentak selangkanganku.

“Udaah… Aahkk… Jang! Saya gak kuat….”

“Tenang aja Bu, nikmatin aja kontol saya! Anak Ibu aman pokoknya dia gak akan ganggu kita….” Uhkk… Ujang, dia tau dari mana kalau anakku tidak akan mendengar teriakanku.

Tiba-tiba mataku diikat oleh seutas kain, aku sempat ingin melepasnya tapi Ujang menahan tanganku yang ingin menarik lepas penutup mataku, karena aku terganggu dengan adanya penutup mataku.

Dia memutar tubuhku, menghadap kearah Putriku yang tadi sedang menonton tv.

“Kok mata saya di tutup Jang?” Tanyaku heran.

“Sengaja Bu, dengan begini Ibu gak perlu khawatir tentang anak Ibu, dan bisa fokus menikmati kontol sayakan Bu…” Jelas Ujang, dia meraih payudaraku dari luar gaun tidurku, dan meremas-remas dadaku.

“Tapi Jang?”

“Kan saya bisa lihat Bu… percaya sama saya Bu, pati gak akan ada gangguan.” Ujarnya menenangkan hatiku.

Duh kenapa dengan diriku ini, semakin lama aku semakin suka dengan caranya menikmatiku. Membuatku serba salah, antara menerima perlakuannya atau malah mengutuknya.

Perlahan kurasakan belaian kontolnya di belahan memekku, lalu naik keanusku.

Kujatuhkan dadaku diatas tempat biasa aku menyiapkan bumbu masakan, di samping wastafel. Kemudian kedua tanganku terjulur kebelakang, lalu dengan perlahan kubuka lebar kedua pipi pantatku memperlihatkan anusku.

“Mau dimasukan kesini Bu?” Tanya Ujang menempelkan ujung kepala penisnya di lobang anusku yang merekah.

Aku mengangguk malu, jujur saja aku tidak bisa melupakan nikmatnya ketika diriku di sandwich oleh para pembantuku tadi pagi, dan aku ingin kembali merasakannya, menikmati ketika anusku di sodok kasar oleh kontol Ujang yang besar.

“Ngomong dong Bu, jangan ngagguk doang, bilang kalau Ibu mau anusnya di jebol…”

Aku mendengus. “Iya… Iyaaa… Jang, jebol anusku Jang, pake kontol kamu… Aahkk….” Sumpah, jantungku rasanya mau copot saat mengatakan hal tersebut kepada Ujang.

Lalu dengan perlahan kurasakan kepala jamur Ujang menerobos masuk, semakin lama semakin dalam dan Jleeeeb…. Aaaaaahkk…. Anusku berhasil di tembus oleh kontol Ujang, dan rasanya sungguh sangat nikmat.
(Kok ngegantung? Sngaja gan, bukan untuk bkin warga smprot kentang, tpi ini bagian dri crta)

Saat aku masuk kedalam kamar, kulihat lampu kamar kami sudah meredup dan terlihat Suamiku sudah tertidur lelap.

Maafkan aku ya Mas… Aku sudah membuatmu menunggu begitu lama, sampai kamu ketiduran seperti ini… Seharusnya aku melayanimu, bukan malah bermain gila di belakangmu, sumpah Mas aku sungguh menyesal.

Aku bukanlah Istri yang baik, tega menyakitimu yang begitu setia kepadaku. Tapi Mas harus percaya kalau aku sangat mencintaimu.

Aku berjanji Mas, kejadian malam ini tidak akan terulang lagi, ini yang terakhir kalinya.

Aku merebahkan tubuhku di samping Suamiku Mas Tio, kupeluk erat tubuhnya yang kokoh, yang selama ini bekerja keras demi memenuhi kebutuhanku dan anakku. Terimakasi Mas sudah menjadi kepala keluarga yang baik untuk kami.
###

Delapan

Asyfa Salsabila

Apa yang kulihat saat ini tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Sanking shoknya, aku hanya bisa diam membeku.

Aku yang tadi lagi seru-serunya menonton televisi, tiba-tiba aku mendengar suara yang aneh dari balik dapur rumahku. Awalnya aku tak begitu menghiraukannya, karena suaranya yang terdengar sama-samar. Tapi entah kenapa pada akhirnya suara tersebut mengundangku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Oh Tuhaaan…

Kulihat Umi yang sedang berdiri membelakangiku sedang berpelukan sambil berpagutan dengan seorang yang juga kukenal sangat baik.

Dia adalah Kang Ujang! Ya… aku memanggilnya Akang karena ia berasal dari bandung, orangnya baik dan enak diajak mengobrol, tapi siapa yang menduka ternyata ia menjalin efair dengan Ibu kandungku.

Tentu saja aku marah, aku hendak melabrak mereka, sungguh sangat menjijikan melihat apa yang mereka lakukan saat ini.

“Ssstttt….” Kang Ujang meletakan jari telunjuknya di bibirnya.

Langkahku terhenti, entah kenapa mendadak aku jadi ragu untuk melabrak mereka berdua, walaupun emosiku sudah sangan memuncak dan bersiap untuk kuledakan.

“Jaang… Kayak tadi aja… Aahkk….” Kudengar suara Ibuku yang mendesah

“Kenapa Bu?”

“Di sana masi ada anak saya Jang, Aahkk.. Oohhk… Pelan-pelan Jang…. Aahkkk….” Tolak Umi, sembari mengerang-erang. Agen BandarQ

Sungguh aku tidak menyangkah kalau Umi bisa bermain gila di belakang Abi.

Apa salah Abi Umi? Kurang baik apa Abi selama ini kepada kita, apa yang kita butuhkan selalu ia penuhi, bahkan ia sangat mencintai kita lebih dari apapun, tapi kenapa Umi membalasnya dengan perselingkuhan.

Plooookkss…. Plookkss…. Plookksd… Plookkss…. Plookkss….

“Memek Ibu enak, Aahkk… saya suka memek Ibu, Aahkk… Aahkk…”

Kedua tangan Kang Ujang mencengkram pantat Umi, sambil menggerakan pinggulnya turun naik menyodok vagina Umi. Kulihat banyak cairan vagina Umi yang meleleh keluar, turun hingga kemata kakinya.

“Udaah… Aahkk… Jang! Saya gak kuat….” Rengek Umi.

“Tenang aja Bu, nikmatin aja kontol saya! Anak Ibu aman pokoknya dia gak akan ganggu kita….” Kang Ujang tersenyum kearahku, lalu dia menunjukan tangannya yang tergenggam dengan jari jempol terselip diantara telunjuk dan jari tengahnya. (Kode ngentot)

Kemudian Kang Ujang mengambil kain yang tergantung, lalu mengikat mata Umi.

Kang Ujang memutar tubuh Umi menghadap kearahku, sehingga aku dapat melihat wajah Umi yang merah padam. Oh Tuhan, raut wajah Umi mengisyaratkan kalau ia sangat menikmati perselingkuhannya.

“Kok mata saya di tutup Jang?” Tanya Umi keheranan.

Tapi aku bersyukur Umi tidak membuka penutup matanya, kalau tidak, ia akan tau kalau aku anaknya saat ini sedang menonton perselingkuhannya dengan pria lain.

Dan yang lebih menjijikan lagi, pria itu tak lain adalah pembantu di rumah kami, sungguh tidak selevel dengan Umi.

“Sengaja Bu, dengan begini Ibu gak perlu khawatir tentang anak Ibu, dan bisa fokus menikmati kontol sayakan Bu…” Kang Ujang menyeringai, lalu kulihat tangan kurang ajarnya meremas payudarah Umi.

Rasanya aku ingin memukul wajah seringai Kang Ujang, tapi tatapannya entah kenapa membuat nyaliku menjadi ciut.

“Tapi Jang?”

“Kan saya bisa lihat Bu… percaya sama saya Bu, pasti gak akan ada gangguan.” Ujarnya menenangkan Umi yang panik.

Kemudian Kang Ujang memberi isyarat kepadaku agar mendekat. Dengan langkah yang ragu aku berjalan menuju dapur.

Kututup mulutku saat kembali melihat pemandangan yang menakjubkan. Di hadapanku saat ini kulihat benda besar yang nan gemuk mengacung tepat di depan pantat semok milik Umi.

Ya Tuhaaan… Ampuni dosaku yang membiarkan Umi berzina.

Kulihat tangan Umi membuka kedua belah pantatnya, sehingga aku dapat melihat lobang anus Umi yang kemerahan. Sebenarnya apa yang di inginkan Umi? Kenapa Umi bisa berbuat sejauh ini.

“Mau dimasukan kesini Bu?” Kulihat kepala penis Kang Ujang di tempelkan kelobang anus Umi yang merekah.

Anal? Astaga Umi…. apa yang ada di pikiran Umi? Sadar Umi… Aku mohooon…

Kepala Umi mengangguk, menandakan kalau ia ingin Kang Ujang menganalnya.

“Ngomong dong Bu, jangan ngagguk doang, bilang kalau Ibu mau anusnya di jebol…” Kembali Kang Ujang menatapku.

Sepertinya Kang Ujang sengaja ingin memberi tahukanku kalau Umilah yang menginginkan dirinya, bukan dia yang menginginkan Umi, membuatku rasanya jijik melihat Umi yang terlihat sangat nakal malam ini.

Tapi kenapa Umi bisa seperti ini? Di mana Umi yang kukenal dulu? Orang yang selalu menjadi panutanku, yang mengajarkanku banyak kebaikan, tapi kini malah mempertontonkan perbuatan yang tidak senono di hadapanku.

Umi membuang nafasnya “Iya… Iyaaa… Jang, jebol anusku Jang, pake kontol kamu… Aahkkk….” Sumpah, jantungku rasanya mau copot saat mendentar Umi meminta Kang Ujang untuk menganalnya.

Lalu dengan perlahan kulihat kepala jamur Kang Ujang menerobos masuk, semakin lama semakin dalam dan Jleeeeb…. “Aaaaaahkk” Umi memekik, ketika Anusnya berhasil di tembus oleh kontol Ujang, dan rasanya tubuhku melemas melihatnya.

Dengan gerakan teratur kuperhatikan Kang Ujang memompa anus Umi.

Hancur sudah kepercayaanku terhadap Umi yang baik. Seorang Ibu yang selama ini mengayomiku, menyayangiku dengan caranya yang luar biasa.

Aku terduduk lemas, sambil memperhatikan mereka berdua yang sedang berzina.

Dari belakang sambil melihat kearahku Kang Ujang menyodok anus Umi, sesekali ia menampar pantat Umi yang semok hingga meninggalkan bekas merah.

“Ooooo… Jaaang! Aaahkk… Aahkk….” Rintih Umi, dia terlihat seperti pelacur saat ini.

Tak sadar aku meneteskan air mataku, aku sedih, hatiku hancur tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyaksikan Ujang yang sedang menganal Umi. Mempermalukan Umi di hadapanku.

Sebagai seorang anak yang sangat mencintai Ibunya, aku hanya pasrah melihat Umi yang sedang melayani Kang Ujang.

“Anus Ibu enak bangeet, kontol saya seperti di pijit-pijit… Aahkk… Enaknyaaa….” Erang Ujang, tak melapas pandangannya kearahku. Membuatku malu dan membuang muka sejenak, menghilangkan rasa jengah yang kurasakan saat ini.

“Aaahkk… Jang… Ooohk… Lebih cepaat Jang, sayaaa mau nyampeee….!”

Nyampee…? Apa maksudnya? Aaahk… aku tidak mengerti, dan tidak mau mengerti aku berharap pemandangan ini segera berakhir, karena ini sangat menyakitkanku.

Tapi… tapi… kenapa aku di sini? Cuman mau melihat Umi selingkuh? Atau pengen melihat Umi bersetubuh? Jangan-jangan Aku suka melihat Umi dan Kang Ujang bersetubuh? Ah… tidak… Aku tidak suka, aku benci….

Aku benci saat mendengar suara Umi yang mengerang nikmat, aku benci saat melihat Umi yang malah ikut merangsang dirinya sendiri dengan cara menggesek-gesekan vaginanya dengan jemarinya.

“Maang… Aku keluaaar!”

“Aku juga Bu…. Aahkk….” Crreettz…. Creerrs…. Tubuh mereka berdua, kulihat terguncang-guncang, lalu tampak cairan putih keluar dari sela-sela anus Umi.

Ujang mencabut penisnya lalu menghadap kearahku, memametkan senjatanya yang besar, membuat nafasku memburu.

“Ikat matanya boleh aku buka?” Tanya Umi.

Mang Ujang memberi isyarat kepadaku, agar aku segera pergi.

Tanpa di minta untuk kedua kalinya, aku kembali ketempatku di depan tv. Aku pura-pura menikmati acara televisi yang sedang menayangkan film india.

“Sayang…!” Deg… Umi memanggilku.

Aku menoleh kebelakang, melihat tampilan Umi yang tampak urakan. “Ya Umi…” Jawabku senormal mungkin.

“Tidurnya jangan malam-malam ya nak.”

“Iya Umi, sebentar lagi Adek tidur.” Kataku, sembari memaksa bibirku tersenyum.

Kemudian Umi berlalu meninggalkanku, menuju kamarnya. Sementara aku, entalah, dadaku masih bergemuru, aku masih sangat marah dengan kelakuan Umi yang tega mengkhianati kami.

Aku sendiri bingung, tidak tau harus bersikap seperti apa setelah melihat kejadian barusan.

Biarlah besok menjadi besok, malam ini aku ingin memejamkan mataku sejenak, melupakan apa yang terjadi malam ini.

Aku melangkah gontai menuju kamarku, rasanya semangatku hilang. Kulihat Kang Ujang sedang tersenyum melihatku melangkah menuju kamarku.

Kemudian ia menghampiriku, lalu mendorongku hingga menabrak dinding.

“Akang mau apa?” Kataku dengan sisa-sisa kemarahanku kepadanya.

Dia tersenyum dan tanpa mengatakan apapun, dia menyusupkan tangannya masuk kedalam celana piyamaku, aku kaget hendak berontak tapi ia menahanku, hingga jemarinya menyentuh bibir kemaluanku.

“Sudah basah… “Bisiknya.

Aku mendelik kesal, sambil menahan pergelangan tangannya.

“Enak gak di giniin?” Jujur rasanya enak. “Sama, Umi juga keeanakan waktu akang entotin memeknya….” Jelas Kang Ujang, jemari telunjuknya menggesek-gesek vaginaku.

Apa coba maksudnya mengatakan hal tersebut kepadaku? Dia ingin merayuku dan akan memperkosaku? Tidak akan kubiarkan dia melakukannya, aku yakin teriakanku cukup untuk membangunkan seisi rumah.

Aku memalingkan wajahku, sumpah aku malu karena kedapatan menikmati sentuhan jemarinya di vaginaku.

“Non sayang sama Umi?” Aku mengangguk jujur, karena aku sangat menyayangi Umi lebih dari siapapun. “Kalau gitu Non gak boleh marah sama Umi, apa lagi ngaduhin apa yang di lakukan Umi sama Akang.”

“Kenapa Umi ngelakuin itu sama Akang?”

“Karena Umi sayang sama Non! Tapi lebih jelasnya Akang belum bisa kasi tau, tapi nanti Akang pasti kasi tau Non.” Jelas Kang Ujang, lalu Kang Ujang mengecup keningku.

“Kapan?” Lirihku.

“Esssrt…. Non nikmatin aja dulu ya, biar adil kayak Umi tadi.” Bisiknya, dia memeluk tubuhku, dan kubenamkan wajahku di dadanya yang bidang.

Aku diam, meresapi, menikmati sentuhan jemarinya di bibir vaginaku, sementara itu tangan satunya menyelinap masuk kedalam pantatku, meremas pantatku, menelusuri belahan pantatku.

Kugigit bibirku saat merasakan getaran halus yang berasa nikmat.

Ternyata ini yang di rasakan Umi barusan, pantesan Umi bisa mengerang sekencang itu, di sentuh saja sudah begini nikmatnya apa lagi kalau sampe di masukan. Aahkk… Apa yang aku pikirkan.

Tubuhku terasa memanas, dadaku sesak, dan nafasku memburu nikmat. Beberapa detik kemudian aku merasa ingin pipis dan akhirnyaa…. Seeerr… Seerr… Oh rasanya nikmat sekali.

Kang Ujang menarik kedua tangannya, dia memperlihatkan jemarinya yang berlendir.

“Enakkan? Ini belum seberapa…” Ujarnya, sembari membelai wajahku. “Sekarang Non tidur ya, nanti besok kesiangan… Ingat pesan Akang, gak boleh benci Umi.” Aku mengangguk pelan.

Setelah nafasku kembali teratur, aku berlari meninggalkan Kang Ujang dengan berjuta pertanyaan yang memenuhi otakku.

Bottom Ad [Post Page]

SahabatQQ
| Designed by Colorlib